Berdirinya Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tidak lepas dari latar
belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar
ma’ruf nahi munkar sekaligus sebagai konsekuensi dari banyaknya sekolah
yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader.
Selain itu, situasi dan kondisi politik di Indonesia tahun 60-an yaitu
pada masa berjayanya orde lama dan PKI, Muhammadiyah mendapat tantangan
yang sangat berat untuk menegakkan dan menjalankan misinya. Oleh karena
itu, IPM terpanggil untuk mendukung misi Muhammadiyah serta menjadi
pelopor, pelangsung dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah. Dengan
demikian, kelahiran IPM mempunyai dua nilai strategis. Pertama, IPM
sebagai aksentuator gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar di kalangan
pelajar. Kedua, IPM sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang dapat
membawa misi Muhammadiyah pada masa mendatang.
Keinginan dan upaya para pelajar untuk membentuk organisasi pelajar
Muhammadiyah sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1919. Akan tetapi
selalu ada halangan dan rintangan dari berbagai pihak, sehingga baru
mendapatkan titik terang ketika Konferensi Pemuda Muhammadiyah (PM) pada
tahun 1958 di Garut. Organisasi pelajar Muhammadiyah akan ditempatkan
di bawah pengawasan PM. Keputusan konferensi tersebut diperkuat pada
Muktamar PM II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di
Yogyakarta, yakni dengan memutuskan untuk membentuk IPM (Keputusan II/
nomor 4).
Setelah ada kesepakatan antara Pimpinan Pusat (PP) PM dan Muhammadiyah
Majelis Pendidikan dan Pengajaran pada tanggal 15 Juni 1961,
ditandatanganilah peraturan bersama tentang organisasi IPM. Pendirian
IPM tersebut dimatangkan secara nasional pada Konferensi PM di Surakarta
tanggal 18-20 Juli 1961. Sehingga pada tanggal 5 Shafar 1381 H
bertepatan dengan tanggal 18 Juli 1961 M ditetapkan sebagai hari
kelahiran IPM dengan Ketua Umum Herman Helmi Farid Ma’ruf dan Sekretaris
Umum Muh. Wirsyam Hasan. Akhirnya, IPM menjadi salah satu organisasi
otonom (ortom) Muhammadiyah yang bergerak di bidang dakwah dan
kaderisasi di kalangan pelajar Muhammadiyah.
Pada Konferensi Pimpinan Pusat (Konpiwil) IPM tahun 1992 di Yogyakarta,
Menpora Akbar Tanjung secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah
pada IPM untuk melakukan penyesuaian tubuh organisasi. PP IPM diminta
Depdagri mengisi formulir direktori organisasi disertai catatan agar
pada waktu pengembalian formulir tersebut nama IPM telah berubah. Tim
eksistensi PP IPM yang bertugas membahas masalah ini, melakukan
pembicaraan secara intensif. Akhirnya diputuskan perubahan nama Ikatan
Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), dengan
pertimbangan:
1. keberadaan pelajar sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa
selama ini belum mendapat perhatian sepenuhnya dari persyarikatan
Muhammadiyah;
2. perlunya pengembangan jangkauan IPM;
3. adanya kebijakan pemerintah RI tentang tidak diperbolehkannya penggunaan kata pelajar untuk organisasi berskala nasional.
Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) PP
IPM nomor VI/PP.IPM/1992 yang selanjutnya disahkan oleh PP Muhammadiyah
tanggal 22 Jumadil Awwal 1413 H bertepatan dengan 18 November 1992 M
tentang pergantian nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan
Remaja Muhammadiyah. Dengan demikian secara resmi perubahan IPM menjadi
IRM adalah sejak tanggal 18 November 1992.
Seiring perkembangan organisasi IRM, muncul berbagai reaksi dari tubuh
persyarikatan bahwa IRM dinilai kurang fokus terhadap pembinaan pelajar
di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Maka, Tanwir Muhammadiyah tahun 2007
merekomendasikan IRM untuk berubah kembali menjadi IPM.
Pembahasan mengenai basis masa dan lokus gerakan sebenarnya sudah
mengemuka sejak Muktamar IRM ke-14 di Lampung. Pada Muktamar IRM ke-15
pun, mengamanatkan untuk membentuk tim eksistensi yang bertugas untuk
membahas masalah ini. Tim eksistensi PP IPM juga meminta saran pendapat
dari PP Muhammadiyah dan ortom-ortom di dalamnya.
Tak lama kemudian, PP Muhammadiyah mengeluarkan SK nomor
60/KEP/I.0/B/2007 tertanggal 7 Jumadil Awwal 1428 H bertepatan dengan 24
Mei 2007 M tentang perubahan nomenklatur IRM menjadi IPM. Sehubungan
dengan munculnya berbagai reaksi terkait SK tersebut, PP IPM segera
mengadakan pleno diperluas dengan mengundang PP Muhammadiyah dan seluruh
Pimpinan Pusat (PW) IPM se-Indonesia. Setelah berdialog secara
intensif, PP Muhammadiyah mengeluarkan maklumat berkenaan dengan SK PP
Muhammadiyah nomor 60/KEP/I.0/B/2007 bahwasanya perubahan IRM menjadi
IPM membutuhkan proses. Maklumat ini berlaku efektif setelah Muktamar
IRM XVI pada tanggal 23-28 Oktober 2008 di Surakarta.
Muktamar IPM pertama setelah perubahan dari IRM dilaksanakan pada
tanggal 2-7 Juni 2010 di Bantul, DI. Yogyakarta. Muktamar kali ini
bertepatan dengan setengah Abad Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dalam
Muktamar ini dilaunching Gerakan Pelajar Kreatif (GPK) yang merupakan
turunan dari Gerakan Kritis Transformatif (GKT).
Sejarah perkembangan IPM, sejak dari kelahiran Ikatan Pelajar
Muhamamdiyah (IPM) hingga kemudian terjadinya perubahan nama menjadi
Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) pada tahun 1992 dan kemudian berubah
nama kembali menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) telah melalui
proses yang panjang seiring dengan dinamika yang berkembang di
masyarakat baik dalam skala nasional maupun global. Hingga saat ini IPM
telah melampaui empat fase perkembangan, yaitu:
1. Fase Pembentukan (mulai tahun 1961 s/d 1976). Kelahiran IPM
bersamaan dengan masa dimana pertentangan idiologis menjadi gejala yang
menonjol dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia dan dunia pada
waktu itu. Keadaan yang demikian menyebabkan terjadinya polarisasi
kekuatan tidak hanya dalam persaingan kekuasaan di lembaga pemerintah,
bahkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam situasi seperti ini IPM
lahir dan berproses membentuk dirinya. Maka sudah menjadi kewajaran
bila pada saat awal keberadaannya IPM banyak terfokus pada upaya untuk
mengkonsolidasikan dan menggalang kesatuan Pelajar Muhammadiyah yang
tersebar di seluruh Indonesia dalam wadah IPM. Upaya untuk menemukan
karakter dan jati diri IPM sebagai gerakan kader dan dakwah banyak
menjadi perhatian pada waktu itu. Upaya ini mulai dapat terwujud setelah
IPM dapat merumuskan Khittah Perjuangan IPM, Identitas IPM, dan Pedoman
Pengkaderan IPM (hasil Musyawarah Nasional/Muktamar ke-2 di Palembang
tahun 1969). Fase pembentukan IPM diakhiri pada tahun 1976 yaitu dengan
keberhasilan IPM merumuskan Sistem Pengkaderan IPM (SPI) hasil Seminar
Tomang tahun 1976 di Jakarta. Dengan SPI yang telah dirumuskan tersebut,
maka semakin terwujudlah bentuk struktur keorganisasian IPM secara
lebih nyata sebagai organiasai kader dan dakwah yang otonom dari
persyarikatan Muhammadiyah.
2.
Fase Penataan (mulai tahun 1976 s/d tahun 1992) IPM memasuki fase
penataan ketika bangsa Indonesia tengah bersemangat mencanangkan
pembangunan ekonomi sebagai panglima, dan memandang bahwa gegap gempita
persaingan ideologi dan politik harus segera diakhiri jika bangsa
Indonesia ingin memajukan dirinya. Situasi pada saat itu menghendaki
adanya monoloyalitas dalam berbangsa dan bernegara dengan mengedepankan
stabilitas nasional sebagai syarat pembangunan yang tidak bisa ditawar
lagi. Dalam keadaan seperti ini menjadikan organisasi-organisasi yang
berdiri sejak masa sebelum Orde Baru harus dapat menysuaikan diri. Salah
satu kebijakan pemerintah yang kemudian berimbas bagi IPM adalah
tentang ketentuan OSIS sebagai satu-satunya organisasi pelajar yang
eksis di sekolah. Keadaan ini menyebabkan IPM mengalami kendala dalam
mengembangkan keberadaannya secara lebih leluasa dan terbuka. Agenda
Permasalahan IPM yang membutuhkan perhatian khusus untuk segera
dipecahkan pada waktu adalah tentang keberadaan IPM secara nasional yang
dipermasalahkan oleh pemerintah karena OSIS lah satusatunya organisasi
pelajar yang diakui eksistensinya di sekolah. Konsekwensinya semua
organisasi yang menggunakan kata-kata pelajar harus diganti dengan nama
lain. Pada awalnya IPM dan beberapa organiasasi pelajar sejenis berusaha
tetap konsisten dengan nama pelajar dengan berharap ada peninjauan
kembali kebijaksanaan pemerintah tersebut pada masa mendatang. Namun
konsistensi itu ternyata membawa dampak kerugian yang tidak sedikit bagi
IPM karena kemudian kegiatan IPM secara nasional seringkali mengalami
hambatan dan kesulitan penyelenggaraannya. Disamping itu beberapa
organisasi pelajar yang lain yang senasib dengan IPM satu-persatu mulai
menyesuaikan diri, sehingga IPM merasa sendirian memperjuangkan
konsistensinya. Pada sisi lain IPM merasa perlu untuk segera
memperbaharui visi dan orientasi serta mengembangkan gerak organisasi
secara lebih luas dari ruang lingkup kepelajaran memasuki ke dunia
keremajaan sebagai tuntutan perubahan dan perkembangan zaman. Maka
tanggal 18 November 1992 berdasarkan SK PP Muhammadiyah No. 53/SK-PP/
IV.B/1.b/1992 Ikatan Pelajar Muhammadiyah secara resmi berubah menjadi
Ikatan Remaja Muhammadiyah.
3.
Fase Pengembangan (mulai tahun 1992 s/d 2008). Perubahan nama IPM
menjadi IRM beriringan dengan situasi bangsa Indonesia tengah
menyelesaikan PJPT I (Pembangunan Jangka Pendek Tahun I) dan akan
memasuki PJPT II. Banyak kemajuan yang telah diperoleh bangsa Indonesia
sebagai hasi PJPT I, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang semakin
baik dan pesat, stabilitas nasional yang semakin mantap, dan tingkat
pendidikan, kesehatan, dan sosial ekonomi masyarakat semakin baik. Namun
demikian ada beberapa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan
bangsa Indonesia pada PJPT II antara lain: masalah pemerataan
pembangunan dan kesenjangan ekonomi, demokratisasi, ketertinggalan di
bidang IPTEK, permasalahan sumber daya manusia, dan penegakan hukum dan
kedisiplinan. Sementara itu, era 90-an ditandai dengan semakin maraknya
kesadaran ber-Islam diberbagai kalangan masyarakat muslim di Indonesia.
Di samping itu peran dan partisipasi ummat Islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara juga semakin meningkat. Kondisi yang demikian
memberi peluang bagi IRM untuk dapat berkiprah lebih baik lagi. Pada
sisi lain, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi semakin membawa
manusia ke arah globalisasi yang membawa banyak perubahan pada berbagai
sisi kehidupan manusia. Tatanan sosial, budaya, politik, dan ekonomi
banyak mengalami perombakan drastis. Salah satu perubahan mendasar yang
akan banyak membawa pengaruh bagi bangsa Indonesia adalah masalah
liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi sebagaimana telah diputuskan
dalam konferensi APEC merupakan kebijakan yang tidak terelakkan karena
mulai tahun 2003 mendatang Indonesia harus memasuki era AFTA (ASEAN Free
Trade Area) yang dilanjutkan pada tahun 2020 dalam skema liberalisasi
perdagangan yang lebih luas di Asia Psifik. Pengaruh liberalisasi
ekonomi ini akan berdampak luas tidak hanya dalam aspek ekonomi saja,
tetapi juga dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya. Salah satu
dampak yang sekarang sangat dirasakan adalah munculnya krisis moneter
yang terjadi di Asia Tenggara dan sebagian Asia Timur. Munculnya krisis
yang dimulai dengan timbulnya depresi mata uang, disebabkan oleh
ketidakpastian perangkat suprastruktur dan infrastruktur baik ekonomi
maupun politik dalam mengantisipasi dampak globalisasi perdagangan.
Fenomena ini kemudian memunculkan tuntutan reformasi di bidang ekonomi
dan politik sebagai prasyarat untuk mengantisipasi dan menyelesaikan
persoalan krisis. Di Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena
krisis dan menderita paling parah juga muncul tuntutan reformasi.
Fenomena reformasi yang dituntut masyarakat Indonesia adalah reformasi
yang mendasar diseluruh bidang baik di bidang ekonomi, budaya, politik
bahkan sampai reformasi moral. Tuntutan reformasi ini jelas mendesak IRM
untuk melakukan peran dan fungsinya sebagai organisasi keagamaan dan
dakwah Islam dikalangan remaja menjadi lebih aktif dan responsif
terhadap perkembangan perjalanan bangsa menuju masyarakat dan
pemerintahan yang bersih dan modern. Dalam kondisi yang demikianlah IRM
memasuki fase pengembangan, yaitu perkembangan pasca perubahan nama IPM
menjadi IRM hingga terselenggaranya pelaksanaan pola kebijakan jangka
panjang IRM pada Muktamar XII. Diharapkan nantinya IRM telah mencapai
kondisi yang relatif mantap baik secara mekanisme kepemimpinan maupun
mekanisme keorganisasian sehingga mampu secara optimal menjadi wahana
penumbuhan dan pengembangan potensi sumber daya remaja. Pengelolaan
sumber daya yang dimiliki Ikatan Remaja Muhammadiyah harus didukung
dengan adanya peningkatan kapasitas kualitas pemimpin, mekanisme kerja
yang kondusif yang seiring dengan kemajuan zaman, serta pemantapan dan
pengembangan gerak Ikatan Remaja Muhammadiyah yang berpandangan ke depan
namun tetap dijiwai oleh akhlak Mulia. IRM dituntut untuk dapat
menyiapkan dasar yang kokoh baik secara institusional maupun personal
sehingga tercipta komunitas yang kondusif bagi para remaja sehingga
dapat menghadapi setiap perkembangan zaman yang ada.
4. Fase Kebangkitan (mulai tahun 2006 s.d 2010). Pada fase ini,
terhitung sejak delapan tahun sebelumnya dimana bangsa Indonesia sedang
ramai menyambut masa baru yang diharapkan dapat melakukan perubahan
bangsa yang lebih baik yaitu masa reformasi tahun 1998. Akan tetapi pada
kenyataannya pasca reformasi hingga tahun 2006 yang telah dipimpin oleh
tiga kepemimpinan presiden yang berbeda (Bpk. Abdurrahman Wahid, Ibu
Megawati Soekarno Putri dan Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono), tidak
kunjung membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa, bahkan
memunculkan penyakitpenyakit baru di negeri ini. Demikian juga hingga
saat ini, memasuki masa kepemimpinan “Kabinet Indonesia Bersatu jilid
II”, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah menunjukkan kesempurnaan
hancurnya negeri ini, seperti yang banyak diungkapkan oleh para ahli dan
pakar, serta pengamat politik di Indonesia. Karena bangsa ini sedang
dipimpin oleh para pemimpin bangsa yang cenderung korup dan senang
menjual bangsanya ke negara asing atau bisa dikatakan kepemimpinan
bangsa yang tidak lagi memiliki karakter kepemimpinan yang selalu siap
membela rakyatnya, membawa rakyatnya kepada kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa. Hal ini dapat dilihat dari maraknya korupsi disemua jenjang
struktur pemerintahan yang ada, permainan politik yang tidak
mencerdaskan rakyat justru melakukan pembodohan pada masyarakat dan
masih banyak lagi persoalan bangsa yang melekat di negeri ini. Hal ini
menunjukkan bahwa betapa bangsa ini sedang krisis disegala bidang,
bahkan krisis moral pemimpin bangsa. Dari sinilah IRM yang kemudian
kembali berubah nama menjadi IPM pada tahun 2008 dituntut untuk terus
berperan dalam melakukan gerakan dakwahnya, khususnya dikalangan
remaja/pelajar sebagai penerus estafeta kepemimpinan bangsa beberapa
tahun mendatang. Di tengah kondisi bangsa yang sedang krisis disegala
bidang dan dilanda banyaknya musibah atau bencana alam yang tidak
kunjung selesai pada tahun 2004-2009 (kepemimpinan presiden SBY) kala
itu. Di tubuh IRM-pun pada Muktamar XIV tahun 2006 di Medan, turut
merespon kondisi bangsa kala itu. Karena IRM sangatlah sadar sekali akan
gerakan sosial yang dilakukan berlandaskan pada nilainilai perjuangan
untuk melakukan suatu perubahan yang lebih baik, yang kemudian sangat
dikenal dengan Gerakan Kritis Transformatif (GKT)-nya. Akan tetapi
cenderung mengalami pergeseran pergerakan yang kemudian menjadi meluas
dan tidak lagi fokus terhadap bassis massa yang seharusnya menjadi
perhatian utama oleh IRM sebagai organisasi remaja/pelajar Muhammadiyah.
Oleh karena itulah, kemudian pada Muktamar XIV tahun 2006 di Medan
kembali menyuarakan agar IRM kembali berubah nama menjadi IPM dengan
beberapa alasan diantaranya; Masa Orde Baru telah runtuh, kini telah
lama memasuki masa reformasi dan sudah tidak ada lagi tekanan dari
pemerintah bahwa satu-satunya organisasi pelajar di sekolah hanyalah
OSIS, maka IPM dapat kembali ke bassis massanya secara riil yaitu
“pelajar”. Dan yang kedua, IRM harus kembali pada fokus gerakannya
sebagai bassis massa utama yaitu “pelajar”. Karena pelajar dan
pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam melakukan perubahan
bangsa yang lebih baik beberapa tahun kedepan. Meskipun kemudian belum
secara menyeluruh menemukan kesepemahaman atau kesepakatan bersama untuk
merubah nama IRM menjadi IPM, akan tetapi proses prubahan nama tersebut
telah berjalan, yang kemudian pada forum Muktamar tersebut memutuskan
untuk pembentukan tim eksistensi IRM. Hingga pada akhirnya gong
perubahan nama tersebut diperdengarkan lebih cepat sebelum kinerja tim
eksistensi dapat menghasilkan sesuatu yang matang untuk IRM/IPM kedepan.
Pada keputusan Tanwir Muhammadiyah pada tahun 2008 di Yogyakarta,
Muhammadiyah memutuskan perubahan nomenklatur IRM menjadi IPM kembali.
Hingga pada akhirnya pintu gerbang IPM-pun kembali terbuka, dan IRM
resmi kembali berubah nama menjadi IPM pada Muktamar XVI pada tahun 2008
di Solo. Kini IPM-pun kembali pada bassis massa dan fokus gerakannya
yaitu membela kaum pelajar dan memperjuangkan pendidikan yang lebih
baik, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itulah IPM
saat ini kembali ke sekolah (back to shcool), kembali memperjuangkan
hakekat pendidikan yang sesungguhnya, yang dapat menghasilkan “Insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif”, sesuai dengan visi pendidikan
nasional. Melalui berbagai macam pelatihan, seminar-seminar, workshop
dan lain sebagainya IPM melakukan proses penyadaran terhadap pelajar
akan peran serta fungsi pelajar sebagai obyek maupun subyek dari proses
pembelajaran dan perubahan. Serta melakukan proses pemberdayaan dan
pembelaan terhadap pelajar yang selama ini selalu saja dijadikan sebagai
obyek dari sistem yang tidak mencerdaskan, akan tetapi lebih kepada
pendeskriditan pelajar demi kepentingan sepihak atau kelompok tertentu.
Padahal disisi lain, seiring dengan perkembangan zaman yang ada, baik
dari segi teknologi, komunikasi atau ilmu pengetahuan pada umumnya
menjadi tantangan yang besar bagi pelajar. Menuntut para pelajar agar
dapat berjuang lebih keras lagi (kompetitif) dan kreatif dalam bertindak
dan menciptakan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi ummat dan bangsa.
Oleh karena itulah, hal tersebut menjadi salah satu alasan bagi IPM
untuk merumuskan suatu rumusan gerakan IPM yang sesuai dengan tantangan
dan perkembangan zaman yang sedang dihadapi pelajar saat ini. Akhirnya
pada Muktamar XVII pada tahun 2010 di Yogyakarta kemarin, IPM kembali
mendeklarasikan satu gerakan yang saling terkait dengan gerakan-gerakan
IPM yang pernah ada sebelumnya. Gerakan tersebut dinamakan sebagai
“Gerakan Pelajar Kreatif”, yang kemudian melahirkan satu visi IPM satu
periode ini, hingga tahun 2012, yaitu “Menjadikan IPM sebagai Rumah
Kreatif Pelajar Indonesia”. Semoga IPM dapat mengimplementasikan gerakan
yang ada secara massif dan progressif, sehingga dapat mencapai visi IPM
yang telah dicanangkan dalam rangka mewujudkan “Pelajar Muslim yang
berilmu, berakhlak mulia dan terampil dalam rangka menegakkan dan
menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya”.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar